Kolombo. Christchurch. Jakarta. Surabaya. Mumbai.
Mengurus anak-anak eks kasus terorisme jelas tak mudah. Para pendamping pun dibekap rasa was-was. Bagaimana tidakā¦. Mereka harus berhadapan, berinteraksi dengan bocah-bocah yang tumbuh besar dengan ide kekerasan sampai sigap merakit bom. Siapkah mereka mendampingi anak-anak eks korban kasus terorisme? Inilah bagian akhir Serial Hidup Usai Teror, bersama Malika.
Rindu ibu kepada anak yang tak tertahankan bukan hanya milik Yuni dan Gendis. Mereka terpisah karena sang bocah dinilai masih rentan akibat terjerat kasus terorisme. Kali ini kita bertemu seorang eyang berusia 70 tahun yang merindu cucunya, Anisa. Demi bisa mengontak sang cucu, ia belajar pakai telepon genggam dan aplikasi pesan. Mengetik rindu, terus berhitung hari menunggu cucunya kembali.Ā
Ketika anak dan orangtua terpisah karena kasus terorisme, bisakah mereka dipertemukan kembali? Ini rupanya bukan persoalan mudah. Tak semudah bersepeda di jalanan turunan, juga tak sekadar persoalan mengobati kangen. Ada anak yang harus dilindungi dari jaringan teroris orangtuanya. Ada anggota keluarga yang harus dipastikan kedap dari radikalisme. Ada trauma yang masih perlu dipulihkan. Kita bertemu ibu-anak Yuni dan Gendis yang kini harus hidup terpisah setelah sang ayah ditangkap karena kasus terorisme.Ā
Ini adalah bagian kelima serial āHidup Usai Terorā. Ketika usia masih belasan tapi harus jadi saksi atas suatu tragedi.. Ketika usia masih belasan tapi harus menghirup bau daging terbakar dari keluarganya yang meledakkan diri... Orang dewasa yang memperkenalkan ide gagasan kekerasan itu telah tewas atau dipenjara. Tapi anak yang belum lagi dewasa ini harus terus melanjutkan hidup. Ada Gendis yang masih didera halusinasi. Atau Vanila yang kerap tak bisa tidur. Bagaimana mengikis ide kekerasan dari ingatan mereka? Inilah episode Luka bersama Malika.Ā
Kali ini, kami berjumpa Fajar, satu-satunya terpidana terorisme di penjara anak Tangerang. KBR bertemu Fajar pada awal Februari 2019, sesaat sebelum dia keluar penjara. Episode "Pulang" bersama Malika.Ā
Kita segera berjumpa Mirza. Saat ini usianya 15. Sejak lahir pun ia sudah disesaki doktrin ekstrem dari orangtuanya. Di usia 9 tahun, ia mulai hidup bersama ISIS di Suriah. Ia berupaya kabur sampai akhirnya dibawa kembali ke tanah air. Dan kini, hidup sendiri di sebuah tempat perlindungan yang dirahasiakan.Ā
Ini kisah Anisa. Bocah usia 8 yang ikut orangtua & kedua kakaknya melakukan aksi bom bunuh diri. Semuanya tewas, kecuali dia. Kini ia sebatang kara, sementara keluarga besarnya belum berani menerima.
Terorisme membawa luka. Itu jelas. Luka kepada warga tak berdosa yang menjadi korban. Juga luka pada keluarga korban pelaku teror yang ditinggalkan.
Termasuk, anak para pelaku aksi terorisme.Ā
Mereka yang hidup, tumbuh serta beberapa diajak orangtua mereka yang jadi pelaku aksi terorisme. Mereka adalah korban.Ā
Setiap Senin dan Jumat selama 4 pekan mendatang, KBR menyajikan serial khusus menyoroti anak-anak yang jadi korban terorisme, "Hidup Usai Teror". Demi melindungi para bocah, identitas mereka kami samarkan.Ā
Your feedback is valuable to us. Should you encounter any bugs, glitches, lack of functionality or other problems, please email us on [email protected] or join Moon.FM Telegram Group where you can talk directly to the dev team who are happy to answer any queries.